Saya memang seorang pemudi yang memiliki sedikit masalah dengan jantung saya. Sejak umur 5,5 tahun saya sudah di vonis menderita lemah jantung av blok kanan. Alias ada gangguan pada detak jantung saya, dimana detak jantung saya di bawah kondisi normal orang - orang yang lainnya. Saat umur segitu pula, saya harus dipasang sebuah alat pacu jantung di dalam tubuh saya. Dan itu sudah ketiga kalinya saya harus pasang alat pacu jantung tersebut.
Singkat cerita, 13 Juni 2014 saya rencana hanya kontrol saja ke rumah sakit. Karena sekian tahun saya sudah tidak kontrol karena saya rasa, saya fine aja. Awalnya yang saya rasakan adalah pusing. Dimana pusing itu saya pikir hanya karena efek kecapekan dan darah rendah saya. Saya merasakan pusing di awal bulan April. Saya rasakan sendiri pusing ini tanpa saya bercerita kepada orang terdekat saya. Kalaupun saya cerita, mungkin mereka anggapnya saya kecapekan saja.
Sejak awal April itu saya berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain guna untuk mengetahui sebenernya saya sakit apa. Karena terlalu lama saya merasakan pusing ini. Dan pusing ini sudah mulai menganggu aktivitas saya. Sampai akhirnya saya memutuskan ke dokter keluarga di kota kelahiran saya. Saat di sana dokter hanya memberikan tanda ke mama dan tante saya bahwa alat pacu jantung saya sudah tidak berfungsi.
Sebelum malam itu saya ke dokter, siang hari saya pusing hingga pingsan di kamar mandi tanpa ada satu orang pun yang menolong karena mama papa saat itu bekerja. Saat saya mulai sadar dengan sendirinya, sebisa mungkin saya mencari hp untuk menghubungi mama atau papa saya. Setelah mama pulang, mama menemani saya dan dengan memberikan sedikit demi sedikit pijatan di kening saya. Tak lama kemudian tante saya juga datang bersama dengan adik - adik saya. Di rumah saya mereka menemani dan tertawa bersama saya. Tapi tanpa saya cerita bahwa tadi di kamar mandi saya pingsan, dengan tujuan agar mama papa saya tidak semakin cemas.
Setelah pulang dari dokter tadi saya diharuskan untuk ijin selama satu minggu untuk pemulihan. Maksud dokter saat itu, di masa libur itu saya ke poli jantung yang mendapatkan rujukan dari dokter tadi. Tapi saya kekeh untuk tidak mau ke poli jantung. Karena saya merasa, jantung saya gak ada masalah kok. Selama saya masih bisa berdiri dan beraktivitas layaknya pemuda-pemudi seumuran saya, saya tidak akan mau ke poli jantung.
Sekitar tanggal 12 Juni 2014, mama papa mengharuskan saya pulang untuk mau kontrol ke poli jantung. Setelah satu hari sebelumnya saya menolak dan akhirnya luluh dengan tangisan mama. Saya berangkat saat itu hanya ingin menuruti keinginan mama papa saja saat itu. Ternyata untuk meminta rujukkan dari kota kelahiran saya tidaklah mudah dan cepat. Sangat ribet dan lama. Sehingga untuk kontrol ke rumah sakit rujukkan harus dilakukan dikemudian hari.
Pagi - pagi benar saya mama papa dan om berangkat ke rumah sakit rujukkan untuk kontrol. Kalian pasti tahu sendiri gimana binggungnya kita yang tidak tahu prosedur untuk sampai ke poli jantung karena setelah sekian lama gak pernah kontrol. Akhirnya sampai pula kita ke poli jantung.
Saat di poli jantung, keganjalan pertama sudah mulai nampak. Dan dengan cepat dokter jaga saat itu merujuk saya ke ruang IDIK (Instalasi Diagnostik Intervensi Kardiovaskuler). Dari namanya saja sudah terbaca bahwa itu ruangan khusus untuk diagnosa jantung. Ternyata tepat prediksi saya, itu memang instalasi khusus untuk jantung. Sampai disitu saya tidak langsung ditangani karena alat untuk cek alat pacu jantung saya belum datang. Sekitar 30 menit kita harus menunggu. Setelah itu kita di panggil.
Dan moment menakutkan terjadi. Saat di cek, ternyata alat pacu jantung saya sudah tidak berfungsi. Da harus di ganti. Saat itu beberapa dokter bilang saat ini harus operasi. Seketika saya melihat raut muka mama papa yang berubah menjadi sedih. Saya tahu kesedihan yang mereka alami. Yang pertama kenapa saya harus di operasi lagi secara mendadak seperti ini. Dan yang kedua adalah masalah dana. Kita memang bukanlah dari keluarga bergelimang harta. Kami hanya keluarga yang segala sesuatunya diberikan tuh secara pas.
Saya berontak untuk ingin pulang dan tidak mau operasi dengan pemikiran tidak ada dana. Papa saat itu diminta untuk mengurus segala administrasinya. Dan mama menemani saya selalu. Mama berada di samping kiri saya sambil mengelap air mata saya. Tidak lama kemudian saya kejang dan mama sekencang - kencang memanggil dokter. Di saat itu saya sama sekali tidak sadar dengan waktu yang lumayan lama. Saat saya sadar, tim dokter melakukan pemasangan TPM (Temporary Pace Maker). Saya gak akan menceritakan gimana pemasangan TPM itu terjadi. Karena saya selalu merasakan ngeri saat cerita.
Setelah pemasangan TPM saya dipindahkan ke ruangan sementara sampai mendapatkan kamar. Sabtu 14 Juni 2014 saya pindah ke ruangan yang sebelumnya sudah dipesan oleh papa saya. Setelah mendapatkan kamar, saya istirahat. Karena di ruangan sementara kemarin saya kurang istirahat. Namun, di ruangan yang sekarang saya merasa iba kepada mama papa. Mereka menemani saya setiap detik. Melihat mereka tidur dilantai dan dikursi, gak tega lihatnya. Di saat saya menangis mama selalu ucapin "kalau mama bisa gantikan sakitmu nak, mama sanggup menerimanya. Asal kamu sehat-sehat terus. Biar mama aja yang sakit jangan kamu." Air mata gak bisa tertahan saat itu. Mama papa saat itu gak pernah tinggalin saya. Mereka berdua penyemangat saya di saat sakit. Saya semangat untuk sembuh hanya buat mama papa.
Siang itu dr. Budi datang kamar saya dan menginfokan bahwa senin atau selasa saya akan melakukan operasi pemasangan PPM (Permanent Pace Maker). Ingin rasanya menolak saat itu, ketika melihat wajah mama papa yang memohon agar saya setuju di operasi. Tak bisa rasanya untuk menolak info dar dr. Budi. Mama Papa membisikkan "mama papa berjanji gak akan minta apa-apa lagi dari kamu nak. Ini yang terakhir. Kamu mau operasi ya!" Oh Tuhan rasanya mendengarkan bisikkan itu saya hanya bisa membalas info dr. Budi dengan anggukan saja. Untungnya saya mempunyai dokter yang selalu support dan menyemangati saya saat mau berangkat operasi.
Minggu itu dr. Budi datang lagi dan memberitahukan bahwa Senin ruang operasi full. Jadinya operasi hari Selasa. Akhirnya selama di bed saya hanya menunggu kapan hari Selasa itu datang. Malam sebelum saya operasi banyak sekali teman, sahabat, keluarga, rekan gereja yang datang untuk memberi support dan doa untuk kelancaran operasi besok. Jujur walaupun ini kali ketiga saya operasi, rasa takut itu masih saja membayangi saya. Saya saat itu hanya berdoa kepada Tuhan, kalau Tuhan masih ijinkan saya berkarya dalam hidup saya,, ijinkan saya untuk melanjutkan semua karya yang belum bisa saya selesaikan.
Selasa pun datang. Dan ruang operasi sudah menunggu saya. Hanya sekitar satu jam saja tim dokter dan saya bekerjasama untuk operasi tersebut. Saat di meja operasi saya harus menghilangkan rasa takut, agar saya cepat pulih nantinya. Dan saat itu saya menyerahkan semuanya kepada kehendak Tuhan Yesus. Karena Tuhan Yesus semuanya saya amini indah.
Operasi selesai dan saya menyatakan saya menang mengalahkan kuasa maut. Tuhan bener-bener masih berkehendak kepada saya untuk melanjutkan karya saya yang belum selesai saya kerjakan. Di kesempatan hidup baru yang diberikan Tuhan Yesus saat ini, saya berjanji selalu membahagiakan mama papa, keluarga, sahabat dan semua orang yang saya kenal. Amarah dan kedengkian akan saya buang jauh - jauh saat ini. Saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya.
Thanks for My Savior Jesus, My Mama and Papa, My Sister Family, My lovely Honey, My Big Families (I can't to mention one by one. over all), Anam (everyday comes on hospital), Mrs. Naning, dr. Budi Baktijasa, dr. Aldhi Perdana, dr. Nanda, Ms. Maya, Mr. Naim, All ,y friends on Church, Tri Dominic Crew and all my friend. Thanks for your prays and support for me. You're my strength. Love you all....